Rabu, 05 November 2014

10 Tim Kontroversial dan Tak Disukai di Indonesia

Terus terang, saya terilhami Majalah Four Four Two saat menulis artikel ini. FFT menulis ada 25 tim sepakbola yang pernah dibenci sepanjang sejarah. Faktornya banyak: bisa karena pemilik klub yang culas, suporter yang ngawur, tim sombong, atau bahkan karena tim itu dimiliki orang kaya.
Iseng-iseng, saya bikin versi untuk tim-tim Indonesia. Penilaian saya ini bisa saja keliru. Namun, penilaian ini didasari pada cakupan kontroversi tim tersebut. Tim kontroversial tak harus selalu tak disukai. Namun ada tim yang hanya tak disukai, namun tak kontroversial. Bisa jadi tim tersebut kontroversial dan tak disukai.
Nama tim-tim ini ditulis tidak berdasarkan peringkat kontroversial atau tak disukai. Saya memang tidak tertarik membuat peringkat. Kontroversi atau ketidaksukaan yang muncul tidak bersifat permanen, dan oleh karenanya saya membubuhkan tahun tim tersebut berlaga atau berkompetisi.
Mungkin Anda punya versi sendiri? Ini versi saya :
1. Timnas Pra Olimpiade 1988:
Tim ini mengundang kehebohan, saat empat pemainnya diketahui terlibat suap di Hongkong dan Tokyo. Mereka adalah Noach Maryen, Elly Idris, Bambang Nurdiansyah, dan Louis Mahodim. Mereka menjadi ajang cemoohan, dan kasus ini menjadi kasus kesekian di mana penyuapan terjadi dalam sepakbola Indonesia di era 1970 dan 1980-an.
2. Persija Jakarta dekade 1970 hingga 1990
Tim Persija Jakarta adalah representasi ibukota. Mereka dianggap tim elite oleh tim-tim dari daerah lain. Tak heran, dalam setiap pertandingan perserikatan, tim dari daerah lain seperti Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar memiliki emosi dan tenaga berlipat untuk mengalahkan Persija.
3. Persebaya Surabaya tahun 1987
Sepakbola gajah. Inilah permainan sabun yang digagas manajer H. Agil Ali dengan mengalah 0-12 kepada Persipura di kandang sendiri. Gara-gara laga itu, PSIS Semarang terlempar ke empat kecil, berjuang agar tak kena degradasi.
Pengurus PSSI mengecam sepakbola gajah ini. Bahkan pendukung Persebaya sendiri, yang belakangan disebut Bonek, sempat menggelar spanduk mengecam sepakbola gajah ini di Senayan. Pertandingan sepakbola gajah ini tak ubahnya pertandingan usiran, karena stadion Gelora 10 November sepi penonton. Sesuatu yang langka ditemui di Gelora 10 November saat Persebaya bertanding. Belakangan, julukan Persebaya sempat berganti menjadi Gajah Ijo karena permainan sabun itu.
4. Persib Bandung tahun 1994
Final Liga Indonesia I, kompetisi yang menggabungkan tim Perserikatan dan Galatama, menghadirkan pertemuan Persib Bandung melawan Petrokimia Putra Gresik. Permainan Petrokimia menawan, sulit diimbangi Persib. Namun satu gol bersih Jacksen F. Tiago dianulir wasit, dan masyarakat Jawa Timur pun menyambut Petrokimia sebagai juara tanpa mahkota. Persib menjadi juara perdana Liga Indonesia. Prestasi yang belum bisa mereka ulangi hingga saat ini.

5. Timnas Piala Tiger tahun 1998
Tampil apik sepanjang babak penyisihan Piala Tiger (sekarang Piala AFF) seharusnya menjanjikan gelar bagi tim asuhan Rusdi Bahalwan ini. Namun, dengan alasan takut bertemu tuan rumah Vietnam di semifinal, Indonesia memilih 'tak menang' saat melawan Thailand dalam penyisihan grup.
Satu gol bunuh diri Mursyid Effendi yang disambut gembira oleh kawan-kawan setimnya membuat Indonesia kalah 2-3. Namun akhirnya di semifinal, Indonesia justru ditekuk Singapura. Tim yang dimanajeri Nurdin Halid ini pun akhirnya gigit jari. Hingga saat ini, Mursyid dan Rusdi tak mau buka mulut soal siapa yang memerintahkan tim itu untuk mengalah dari Thailand.
6. Persid Jember tahun 2003
Persatuan Sepakbola Indonesia Djember (Persid), sebuah tim dari sebuah kabupaten di Jawa Timur. Tahun 2003, tim ini tengah berjuang naik ke Divisi Utama (kasta tertinggi Liga Indonesia saat itu).
Dalam sebuah pertandingan kandang yang tak menentukan, Persid berhadapan dengan Persibo Bojonegoro. Persibo membutuhkan poin dalam laga ini. Suporter Persid menolak main mata. Di lapangan, para penonton disuguhi laga loyo yang menghasilkan skor 0-0.
Penonton marah, dan menghancurkan Stadion Notohadinegoro. Mereka mencurigai ada main mata antara kedua tim, mengingat bupati Jember saat itu berasal dari Bojonegoro. Inilah amuk pertama suporter dalam skala besar (menghancurkan stadion) di Jatim. Bahkan, saat itu gawang diseret suporter beberapa kilometer menuju pasar

7. Arema Malang tahun 2009/2010
Setelah menanti sekitar dua dekade, Arema Malang akhirnya menjadi juara kompetisi nasional kembali. Kegembiraan para Aremania diwujudkan dalam konvoi kendaraan bermotor yang diwarnai aksi anarkis terhadap kendaraan bernomor polisi L (dari Surabaya). Bahkan, mobil yang ditumpang Gubernur Jawa Timur Soekarwo sempat jadi korban pelemparan.
Arema mencatat sejarah. Untuk pertama kalinya, PSSI yang diketuai Nurdin Halid menahbiskan Arema sebagai klub percontohan. Selain itu, Andi Darussalam Tabusala, Direktur Badan Liga Indonesia, terlibat sebagai penasihat klub tersebut. Ini pertama kali terjadi dalam Liga Indonesia sejak tahun 1994: orang nomor satu di regulator liga terlibat dalam klub yang akhirnya menjadi juara liga

8. Pelita Jaya tahun 2009/2010
Klub milik keluarga Bakrie ini mengundang kontroversi menyusul heboh kasus 'penyelamatan degradasi'. Pelita Jaya menjadi pihak yang diuntungkan dengan keputusan PSSI yang tiga kali menunda laga Persik Kediri melawan Persebaya Surabaya. Persebaya sebenarya masih berpeluang lolos degradasi melalui jalur play-off. Itu jika dua kali kegagalan Persik menggelar laga kandang disesuaikan aturan (Persik dinyatakan kalah WO dan Persebaya menang 3-0).
Persebaya akhirnya memilih tak menghadiri laga melawan Persik di Palembang, karena merasa dikerjai oleh PSSI. Sebagai gantinya, Pelita Jaya akhirnya mengikuti play-off dan lolos dari degradasi. Nirwan Bakrie, bos Pelita Jaya, adalah wakil ketua umum PSSI di era Nurdin Halid.
9. Deltras Sidoarjo tahun 2009/2010
Deltras berlaga di Divisi Utama (kasta kedua Liga Indonesia) dengan dinaungi keberuntungan. Jika saya tak salah hitung, tim berjuluk The Lobster ini mendapat 25 kali hadiah penalti dari wasit saat menjadi tuan rumah pertandingan.
Publik mencurigai tim ini menjadi anak emas PSSI rezim Nurdin Halid. Deltras berhasil lolos ke final Divisi Utama dan berhadapan dengan Persibo Bojonegoro di Solo. Dan sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Deltras justru dikalahkan oleh Persibo melalui adu penalti.

10. Persebaya Versi Wisnu Wardhana tahun 2010/2011
Setelah dikerjai habis-habisan oleh PSSI, sehingga tak bisa mengikuti play-off untuk bertahan di Liga Super, Persebaya yang diketuai Saleh Mukadar memilih menyeberang ke Liga Primer Indonesia. Ini bentuk perlawanan Persebaya terhadap Rezim Nurdin Halid.
PSSI rupanya tak ikhlas jika tim dengan sejarah dan pendukung besar seperti Persebaya tak mengikuti kompetisi Divisi Utama (kasta kedua setelah Liga Super). Kebetulan atau tidak, jadwal Divisi Utama tak juga dirilis dan baru dipublikasikan setelah PSSI membentuk kepengurusan Persebaya tandingan. Politisi Partai Demokrat DPRD Surabaya, Wisnu Wardhana, ditunjuk menjadi ketua umum.
Tim dibentuk dadakan dengan jalan 'membedol desa' tim Persikubar Kutai Barat. Alhasil, Persikubar urung mengikuti kompetisi Divisi Utama, karena mayoritas pemainnya berganti kostum menjadi pemain Persebaya
Dengan tim bedol desa ini, Wisnu menjanjikan Persebaya kembali ke Liga Super.
Namun, apa mau dikata, skenario memecah-belah Persebaya gagal. Persebaya versi Wisnu Wardhana yang sering disindir oleh Bonek dengan sebutan Persebayakubar atau Persikubar Cabang Surabaya justru tak didukung oleh warga Surabaya sendiri. Pertandingan kandang tim ini di kompetisi Divisi Utama hanya ditonton puluhan bahkan belasan orang. Jumlah petugas pengamanan lebih besar daripada jumlah penonton. Bonek melawan rekayasa PSSI dengan jalan memboikot pertandingan Persebaya versi Wisnu, dan memilih memadati pertandingan Persebaya di Liga Primer Indonesia. Gara-gara Persebaya tandingan bentukan Wisnu ini, Persebaya di LPI terpaksa berubah nama menjadi Persebaya 1927.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar