Observatorium Mohr, observatorium tertua di Indonesia yang terletak di Glodok, merupakan observatorium tertua di Indonesia.
Observatorium adalah bangunan yang ditujukan untuk mengamati langit dan
bumi dalam disiplin ilmu astronomi, meteorologi, geologi, oseanografi
dan vulkanologi. Namun dalam praktiknya nama observatorium lebih sering
disematkan kepada bangunan yang dikhususkan untuk mengamati benda-benda
langit dan peristiwa-peristiwa langit sekaligus mencatatnya. Maka
observatorium berbeda bila dibandingkan dengan proto-observatorium,
dimana yang terakhir ini lebih merujuk kepada bangunan multifungsi yang
juga berperan sebagai pos observasi benda langit, baik secara rutin
maupun sesekali.
Observatorium tertua di Indonesia (dan bukan proto-observatorium) adalah
observatorium Mohr. Dinamakan demikian sebab observatorium ini
merupakan milik pribadi seorang Johann Mauritz Mohr (1716-1775), ilmuwan
Belanda yang juga pendeta Kristen, yang tinggal di Batavia pada masa
kekuasaan VOC. Observatorium yang dibangun di atas tanah pribadi Mohr di
Mollenvliet (kini Glodok, Jakarta Barat) berdampingan dengan wihara Kim
tek I atau Cin te Yuen/Jinde Yuen (kini wihara Dharma Bhakti, Glodok)
berbentuk menyerupai bagian depan observatorium Uraniborg (Denmark),
tempat kerja astronom Tycho Brahe dua abad sebelumnya, namun dalam skala
lebih kecil dan lebih diperkuat.
Observatorium itu berupa bangunan enam lantai yang adalah bangunan
tertinggi di Batavia, dengan puncak atap datarnya setinggi 30,5 meter
dari permukaan tanah serta memiliki panjang 22,5 meter dan lebar 17,5
meter. Ongkos pembangunannya mencapai 200.000 gulden atau setara Rp 82
milyar (kurs Juni 2012), hampir dua kali lipat lebih mahal dibanding
ongkos pembangunan istana Gubernur Jenderal VOC di Buitenzorg (kini
istana Bogor). Kemegahannya menjadi buah bibir di Batavia, bahkan dalam
dunia ilmiah internasional. Sehingga jalan penghubung observatorium
dengan jalan raya Mollenvliet Barat (kini Jalan Gajah Mada) pun
dinamakan torenlaan atau gang Torong dalam istilah lokal.
Observatorium Mohr dilengkapi dengan instrumen astronomi terbaik pada
masanya. Di antaranya jam astronomik setinggi 180 cm dengan lebar 43 cm,
sepasang globe berdiameter 60 cm, kuadran astronomik bergaris tengah 60
cm, instrumen equal-altitude (teodolit?) selebar 60 cm, mesin
paralaktik, oktan laut sepanjang 76 cm, teleskop sepanjang 550 cm,
pluviometer (pengukur curah hujan), anemometer dan kompas. Observatorium
Mohr dibangun sejak 1765 dan berfungsi hingga sepuluh tahun kemudian.
Selama masa itu dilakukan berbagai observasi langit dan sejumlah
fenomena alam, diantaranya Jupiter dan satelit-satelitnya, transit Venus
4 Juni 1769, transit Merkurius 10 November 1769, curah hujan Batavia,
dinamika angin dan deklinasi magnetik Batavia. Tiadanya dukungan VOC,
terutama lewat Gubernur Jenderal van de Parra, membuat hanya laporan
transit Venus dan Merkurius saja yang sempat terpublikasikan secara
luas. Bagaimanapun, aktivitas Mohr menginspirasi terbentuknya Batavia Society of Arts and Sciences (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen) pada 1778.
Aktivitas observatorium Mohr harus terhenti setelah Johann Mauritz Mohr
wafat pada 25 Oktober 1775. Tidak ada yang melanjutkan kinerja
observatorium ini. Pada 1780, bangunan observatorium rusak berat setelah
diguncang gempa kuat yang menghancurkan sebagian Batavia. Kemalangan
bertambah lagi dengan wafatnya istri Mohr pada Mei 1782. Namun sebelum
wafat, istri Mohr telah menjual instrumen observatorium kepada Johanes
Hooijman, yakni pada tahun 1776, dalam kondisi sebagian besar rusak oleh
tingginya kelembaban udara Batavia. Hooijman mengirimkannya kembali ke
Belanda untuk diperbaiki dan kini sejumlah instrumen itu terpampang pada
beberapa museum di Belanda.
Pada Juni 1782, bangunan yang telah rusak itu dijual dan selanjutnya
pada 1784 beralih lagi ke tangan Willem Vincent van Riemsdijk dari
keluarga Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jeremias van Riemsdijk.
Riemsdijk mengubah bangunan itu menjadi penginapan murah sebelum
kemudian Gubernur Jenderal Daendels, yang dikenal akan kekejamannya,
menutupnya dan mengubahnya jadi barak tentara. Sebagian bangunan itu
masih tersisa hingga 1812, namun pada 1844 hanya tinggal pondasinya saja
yang masih terlihat.
Dimanakah lokasi tapak observatorium Mohr pada masa kini?
Observatorium Mohr hanya disebutkan terletak di Glodok masa kini, namun
dimana posisi sesungguhnya tapaknya tidak jelas. Pasca 1844, tidak ada
kejelasan bagaimana status sisa bangunan dan lahan yang pernah menjadi
observatorium Mohr. Terlebih salah satu penanda kolektif kota Batavia
akan eksistensi observatorium ini, yakni gang Torong, telah bersalin
nama sejak 1945.
Beruntung terdapat lukisan-lukisan yang menggambarkan situasi
observatorium Mohr, seperti dari Johannes Rach dan J. Clement. Terdapat
dua lukisan Rach, yang pertama menggambarkan observatorium Mohr dari
jauh yakni dari jalan Mollenvliet Barat dan yang kedua menggambarkannya
berdampingan dengan wihara Kim Tek I. Sementara lukisan Clement
menggambarkan arsitektur observatorium Mohr dilihat dari bagian depan
(arah timur) dan sisi utara. Wihara Kim Tek I (Dharma Bhakti) hingga
kini masih ada di Glodok, sehingga dapat dipastikan tapak observatorium
Mohr berada di sekitar wihara ini.
Namun, di sebelah mana wihara?
Semula diduga tapak observatorium Mohr terletak di sebelah barat wihara,
di lokasi yang kini menjadi lahan Yayasan Pendidikan Ricci dan Gereja
Katolik Santa Maria de Fatima. Alasannya, lukisan kedua Rach dianggap
mengabadikan pemandangan observatorium dan wihara dari arah timur.
Karena observatorium terletak di sisi kanan agak ke belakang dari
wihara, maka ditafsirkan tapak observatorium Mohr berada di sebelah
barat wihara. Selain itu lahan Mohr, setelah dikuasai pemerintah
kolonial Hindia Belanda, dianggap beralih ke tangan kapitan Tionghoa
bermarga Tjioe dan kemudian dibeli yayasan dan gereja Katolik tersebut
pada 1953.
Namun tinjauan lapangan yang dipadukan analisis komprehensif lukisan
kedua Rach dengan lukisan Clement menyajikan hasil berbeda. Jika Clement
benar dalam perspektifnya, maka bangunan observatorium Mohr memiliki
sisi-sisi bangunan yang simetris, khususnya pada sisi yang saling
berhadapan. Sehingga sisi utara berbentuk sama dengan sisi selatan dan
demikian pula sisi barat dengan sisi timur. Jika pengetahuan ini
diterapkan dalam memandang lukisan kedua Rach, maka bisa disimpulkan
titik tempat Rach mensketsa lukisan keduanya bukanlah di sebelah timur,
melainkan di sebelah utara atau selatan kedua bangunan tersebut.
Kunci selanjutnya guna mengetahui tapak observatorium Mohr di masa kini
terletak pada arsitektur wihara Dharma Bhakti. Lukisan kedua Rach
memperlihatkan gambaran wihara dari arah salah satu pintu gerbangnya.
Perbandingan dengan foto wihara dari dekade 1930-an yang dikoleksi
Troppenmuseum dan tinjauan lapangan memperlihatkan, meski di masa kini
bentuk pintu gerbangnya sudah berubah, namun ada pemandangan serupa yang
masih tetap ada. Yakni panorama atap bangunan wihara yang mengesankan
bertumpuk dua di latar belakang, serta bangunan wihara lainnya di sisi
kiri. Panorama tersebut hanya terlihat jika kita memandang seluruh
kompleks wihara hanya dari arah selatan, tepatnya dari arah pintu
gerbang utamanya. Apa yang mengesankan sebagai atap bertumpuk dua
sebenarnya atap dari dua bangunan utama wihara namun keduanya memiliki
ketinggian berbeda.
Penggalan-penggalan jalan dalam lukisan kedua Rach pun masih bisa
diidentifikasi pada saat ini. Jalan di depan pintu gerbang wihara kini
menjadi Jalan Kemenangan 3, sementara jalan di sisi kanan (yang
memisahkan kompleks wihara dan observatorium Mohr) menjadi Jalan
Kemenangan Raya. Karena dalam lukisan kedua Rach observatorium Mohr
digambarkan terletak di sebelah kanan kompleks wihara, maka dapat
disimpulkan bahwa tapak observatorium Mohr terletak di sisi timur wihara
Dharma Bhakti.
Lukisan Rach menggambarkan observatorium Mohr sebagai bangunan enam
lantai, dengan lantai pertama terlukis separuh. Dengan ketinggian 30,5
meter, maka tinggi rata-rata tiap lantai adalah 5 meter. Cukup menarik
bahwa batas antara lantai pertama dan kedua observatorium berada pada
level relatif sama dengan puncak atap bangunan utama wihara Dharma
Bhakti. Maka dengan menganggap tinggi puncak atap bangunan utama
tersebut adalah 4 meter, tapak observatorium Mohr persis berseberangan
dengan bangunan utama wihara, dipisahkan sepenggal jalan Kemenangan
Raya. Amat menarik perhatian bahwa kini bahwa di tempat tersebut
terdapat sepetak lahan, tepatnya pada koordinat 6,1440 LS 106,8131 BT.
Lahan tersebut diapit sepasang jalan kecil (gang) masing-masing jalan
Kemurnian 2 di sisi selatannya dan jalan Kemurnian 1 di sisi utaranya.
Bila ukuran observatorium Mohr (yakni panjang 22,5 meter dan lebar 17,5
meter) diplotkan dalam lahan yang kini dimiliki perorangan tersebut,
ternyata ukurannya pas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar