Terus terang, saya terilhami Majalah Four Four Two saat menulis
artikel ini. FFT menulis ada 25 tim sepakbola yang pernah dibenci
sepanjang sejarah. Faktornya banyak: bisa karena pemilik klub yang
culas, suporter yang ngawur, tim sombong, atau bahkan karena tim itu
dimiliki orang kaya.
Iseng-iseng, saya bikin versi untuk tim-tim
Indonesia. Penilaian saya ini bisa saja keliru. Namun, penilaian ini
didasari pada cakupan kontroversi tim tersebut. Tim kontroversial tak
harus selalu tak disukai. Namun ada tim yang hanya tak disukai, namun
tak kontroversial. Bisa jadi tim tersebut kontroversial dan tak
disukai.
Nama tim-tim ini ditulis tidak berdasarkan peringkat
kontroversial atau tak disukai. Saya memang tidak tertarik membuat
peringkat. Kontroversi atau ketidaksukaan yang muncul tidak bersifat
permanen, dan oleh karenanya saya membubuhkan tahun tim tersebut
berlaga atau berkompetisi.
Mungkin Anda punya versi sendiri? Ini versi saya :
1. Timnas Pra Olimpiade 1988:
Tim
ini mengundang kehebohan, saat empat pemainnya diketahui terlibat suap
di Hongkong dan Tokyo. Mereka adalah Noach Maryen, Elly Idris, Bambang
Nurdiansyah, dan Louis Mahodim. Mereka menjadi ajang cemoohan, dan
kasus ini menjadi kasus kesekian di mana penyuapan terjadi dalam
sepakbola Indonesia di era 1970 dan 1980-an.
2. Persija Jakarta dekade 1970 hingga 1990
Tim
Persija Jakarta adalah representasi ibukota. Mereka dianggap tim elite
oleh tim-tim dari daerah lain. Tak heran, dalam setiap pertandingan
perserikatan, tim dari daerah lain seperti Surabaya, Bandung, Medan, dan
Makassar memiliki emosi dan tenaga berlipat untuk mengalahkan Persija.
3. Persebaya Surabaya tahun 1987
Sepakbola
gajah. Inilah permainan sabun yang digagas manajer H. Agil Ali dengan
mengalah 0-12 kepada Persipura di kandang sendiri. Gara-gara laga itu,
PSIS Semarang terlempar ke empat kecil, berjuang agar tak kena
degradasi.
Pengurus PSSI mengecam sepakbola gajah ini. Bahkan
pendukung Persebaya sendiri, yang belakangan disebut Bonek, sempat
menggelar spanduk mengecam sepakbola gajah ini di Senayan. Pertandingan
sepakbola gajah ini tak ubahnya pertandingan usiran, karena stadion
Gelora 10 November sepi penonton. Sesuatu yang langka ditemui di Gelora
10 November saat Persebaya bertanding. Belakangan, julukan Persebaya
sempat berganti menjadi Gajah Ijo karena permainan sabun itu.
4. Persib Bandung tahun 1994
Final
Liga Indonesia I, kompetisi yang menggabungkan tim Perserikatan dan
Galatama, menghadirkan pertemuan Persib Bandung melawan Petrokimia Putra
Gresik. Permainan Petrokimia menawan, sulit diimbangi Persib. Namun
satu gol bersih Jacksen F. Tiago dianulir wasit, dan masyarakat Jawa
Timur pun menyambut Petrokimia sebagai juara tanpa mahkota. Persib
menjadi juara perdana Liga Indonesia. Prestasi yang belum bisa mereka
ulangi hingga saat ini.
5. Timnas Piala Tiger tahun 1998
Tampil apik
sepanjang babak penyisihan Piala Tiger (sekarang Piala AFF) seharusnya
menjanjikan gelar bagi tim asuhan Rusdi Bahalwan ini. Namun, dengan
alasan takut bertemu tuan rumah Vietnam di semifinal, Indonesia memilih
'tak menang' saat melawan Thailand dalam penyisihan grup.
Satu
gol bunuh diri Mursyid Effendi yang disambut gembira oleh kawan-kawan
setimnya membuat Indonesia kalah 2-3. Namun akhirnya di semifinal,
Indonesia justru ditekuk Singapura. Tim yang dimanajeri Nurdin Halid ini
pun akhirnya gigit jari. Hingga saat ini, Mursyid dan Rusdi tak mau
buka mulut soal siapa yang memerintahkan tim itu untuk mengalah dari
Thailand.
6. Persid Jember tahun 2003
Persatuan
Sepakbola Indonesia Djember (Persid), sebuah tim dari sebuah kabupaten
di Jawa Timur. Tahun 2003, tim ini tengah berjuang naik ke Divisi
Utama (kasta tertinggi Liga Indonesia saat itu).
Dalam sebuah
pertandingan kandang yang tak menentukan, Persid berhadapan dengan
Persibo Bojonegoro. Persibo membutuhkan poin dalam laga ini. Suporter
Persid menolak main mata. Di lapangan, para penonton disuguhi laga loyo
yang menghasilkan skor 0-0.
Penonton marah, dan menghancurkan
Stadion Notohadinegoro. Mereka mencurigai ada main mata antara kedua
tim, mengingat bupati Jember saat itu berasal dari Bojonegoro. Inilah
amuk pertama suporter dalam skala besar (menghancurkan stadion) di
Jatim. Bahkan, saat itu gawang diseret suporter beberapa kilometer
menuju pasar
7. Arema Malang tahun 2009/2010
Setelah
menanti sekitar dua dekade, Arema Malang akhirnya menjadi juara
kompetisi nasional kembali. Kegembiraan para Aremania diwujudkan dalam
konvoi kendaraan bermotor yang diwarnai aksi anarkis terhadap kendaraan
bernomor polisi L (dari Surabaya). Bahkan, mobil yang ditumpang
Gubernur Jawa Timur Soekarwo sempat jadi korban pelemparan.
Arema
mencatat sejarah. Untuk pertama kalinya, PSSI yang diketuai Nurdin
Halid menahbiskan Arema sebagai klub percontohan. Selain itu, Andi
Darussalam Tabusala, Direktur Badan Liga Indonesia, terlibat sebagai
penasihat klub tersebut. Ini pertama kali terjadi dalam Liga Indonesia
sejak tahun 1994: orang nomor satu di regulator liga terlibat dalam
klub yang akhirnya menjadi juara liga
8. Pelita Jaya tahun 2009/2010
Klub milik
keluarga Bakrie ini mengundang kontroversi menyusul heboh kasus
'penyelamatan degradasi'. Pelita Jaya menjadi pihak yang diuntungkan
dengan keputusan PSSI yang tiga kali menunda laga Persik Kediri melawan
Persebaya Surabaya. Persebaya sebenarya masih berpeluang lolos
degradasi melalui jalur play-off. Itu jika dua kali kegagalan Persik
menggelar laga kandang disesuaikan aturan (Persik dinyatakan kalah WO
dan Persebaya menang 3-0).
Persebaya akhirnya memilih tak
menghadiri laga melawan Persik di Palembang, karena merasa dikerjai
oleh PSSI. Sebagai gantinya, Pelita Jaya akhirnya mengikuti play-off
dan lolos dari degradasi. Nirwan Bakrie, bos Pelita Jaya, adalah wakil
ketua umum PSSI di era Nurdin Halid.
9. Deltras Sidoarjo tahun 2009/2010
Deltras
berlaga di Divisi Utama (kasta kedua Liga Indonesia) dengan dinaungi
keberuntungan. Jika saya tak salah hitung, tim berjuluk The Lobster ini
mendapat 25 kali hadiah penalti dari wasit saat menjadi tuan rumah
pertandingan.
Publik mencurigai tim ini menjadi anak emas PSSI
rezim Nurdin Halid. Deltras berhasil lolos ke final Divisi Utama dan
berhadapan dengan Persibo Bojonegoro di Solo. Dan sepandai-pandai tupai
melompat, akhirnya jatuh juga. Deltras justru dikalahkan oleh Persibo
melalui adu penalti.
10. Persebaya Versi Wisnu Wardhana tahun 2010/2011
Setelah
dikerjai habis-habisan oleh PSSI, sehingga tak bisa mengikuti play-off
untuk bertahan di Liga Super, Persebaya yang diketuai Saleh Mukadar
memilih menyeberang ke Liga Primer Indonesia. Ini bentuk perlawanan
Persebaya terhadap Rezim Nurdin Halid.
PSSI rupanya tak ikhlas
jika tim dengan sejarah dan pendukung besar seperti Persebaya tak
mengikuti kompetisi Divisi Utama (kasta kedua setelah Liga Super).
Kebetulan atau tidak, jadwal Divisi Utama tak juga dirilis dan baru
dipublikasikan setelah PSSI membentuk kepengurusan Persebaya tandingan.
Politisi Partai Demokrat DPRD Surabaya, Wisnu Wardhana, ditunjuk
menjadi ketua umum.
Tim dibentuk dadakan dengan jalan 'membedol
desa' tim Persikubar Kutai Barat. Alhasil, Persikubar urung mengikuti
kompetisi Divisi Utama, karena mayoritas pemainnya berganti kostum
menjadi pemain Persebaya
Dengan tim bedol desa ini, Wisnu menjanjikan Persebaya kembali ke Liga Super.
Namun,
apa mau dikata, skenario memecah-belah Persebaya gagal. Persebaya
versi Wisnu Wardhana yang sering disindir oleh Bonek dengan sebutan
Persebayakubar atau Persikubar Cabang Surabaya justru tak didukung oleh
warga Surabaya sendiri. Pertandingan kandang tim ini di kompetisi
Divisi Utama hanya ditonton puluhan bahkan belasan orang. Jumlah
petugas pengamanan lebih besar daripada jumlah penonton. Bonek melawan
rekayasa PSSI dengan jalan memboikot pertandingan Persebaya versi
Wisnu, dan memilih memadati pertandingan Persebaya di Liga Primer
Indonesia. Gara-gara Persebaya tandingan bentukan Wisnu ini, Persebaya
di LPI terpaksa berubah nama menjadi Persebaya 1927.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar